aku

aku
Ruhesa Arsawenda (Syair)

Senin, 05 Januari 2015

INI CINTA BUKAN KE-EGOIS-AN RASA

Adalah bagaimana menanti tak membosankan untuk kunikmati. Tersuguh itu, kerinduan layaknya seduhan kopi dengan aroma candu meski pahit di bibir. Waktu tak pernah berlalu dengan sia-sia. Selalu ada namamu di sana meski sekelabatan maya belum untuk jadi nyata.

"Dek, Kakak suka padamu. Selayaknya rindu ini ada untuk berpadu, mencintaimu memberi semangat  menatap hari-hari baru," ungkapku meski sedikit terbata. Benar semua itu adanya, meski mungkin terlalu tergesa-gesa. Bukankah cinta yang memilih jalannya sendiri untuk bermuara. Seperti itu aku menemukanmu menjadi labuhan rasaku dalam rindu.

"Ah kau, Kak. Jangan membuatku tersipu! Lebih dari itu juga karena apa Kakak bisa mencintaiku secepat ini?" tanyanmu memburu, mencari artian antara rayu dan ketulusan kalbu. Memang kiranya terlalu tergesa-gesa aku mengungkap rasa. Mencurahkan benak jiwa dengan seuntaian kata yang bernama cinta. Padahal masih sangat muda waktu untuk saling kenal. Itu pun lewat dunia maya yang sering kali penuh dengan tipu daya.

"Dek, Kakak tak membutuhkan alasan untuk mencintaimu. Karena bagi Kakak alasan hanya akan menodai cinta itu sendiri. Semisal ketertarikan pada pada kuncup mekar mawar merekah, dianya akan terlupakan tatkala layu dan kering menjatuhkan kelopaknya. Kakak nggak ingin seperti itu, Dek. Kakak ingin Mencintaimu serupaan keterikatan pada wangi melati yang akan terus abadi meski kering dia dalam lapuk masa musim berganti," jawabku dengan keyakinan diri, bahwa cinta tak membutuhkan apapun untuk menjadi alasan. Buta dia dengan kemisteriannya tak terjelaskan kata-kata.

"Tapi Kak, setidaknya kan ada sesuatu yang menjadi landasan bagaimana Kakak bisa mencintai Adek. Setahu Adek meski cinta tak membutuhkan alasan, namun setidaknya ada sebuah penjelasan kenapa cinta itu bisa tumbuh dalam jiwa," katamu mempertanyakan cintaku yang mungkin terlihat terlalu tergesa-gesa.

Hmmm, aku bergumam. Mencoba menyelaraskan kata dan rasa. "Dek, Kakak mencintaimu tak lepas dari kedamaian yang Kakak rasa, juga sebuah kenyamanan yang Kakak dapatkan dari Adek. Senyuman, canda tawa, semua itu bagaikan basuhan kesejukan selepas penat fikir sepanjang hari. Dan kamulah orangnya Dek, yang memberikan itu pada Kakak," begitulah jawabku dengan sebenar-benarnya rasa dari hati sejak semula itu ada.

"Dan satu lagi Dek, Kakak nggak menuntut jawaban apalagi timbal balik atas perasaan ini. Kakak sudah cukup lega setelah mengutarakan perasaan cinta Kakak kepada Adek. Entah bagaimana nantinya adek menolak atau menerima, Kakak akan berusaha bijaksana untuk menyikapinya. Bilamana Kakak memang harus terhenti dikata mencintai tanpa dicintai, tak jadi itu kekecewaan apalagi kebencian. karna pada dasarnya cinta dalah ketulusan dan pengorbanan. Ketulusan untuk memberi kebahagiaan meski tidak dengan kebersamaan. Pengorbanan dengan mengubur keegoisan diri ke lubuk hati terdalam."

**

Mungkin terdengar munafik bilamana mencintai namun tak berharap dicintai. Namun alangkah lebih munafik lagi bilamana mencintai sesesorang dengan menjanjikan beribu kebahagiaan tanpa mengerti bahwa cinta tak sekedar saling memiliki. Kerelaan lebih berharga dengan seulas senyuman meski itu jauh dalam sentuhan. Seperti itu cinta yang akan kujaga hingga akhirnya ujung hayat merapuhkan raga. Kebahagiaanku adalah melihat orang-orang yang aku cintai bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar