aku

aku
Ruhesa Arsawenda (Syair)

Minggu, 04 Januari 2015

SENJA KUTANYA

Senja kutemukan usang dengan gerimis yang menghiba. Kelabu itu nampak menjadi tirai cakrawala menutupi sinaran jingga untuk bercahaya. Aku di sini, duduk terpaku menopang dagu. memandang jauh itu selaksa abu-abu dari titian surya hilang laku. "Ah, apa ini rasaku menghentak kedalaman kalbu?" ucapku dalam hati sesaat kerinduan itu melintas dengan peyerupaan nuansa yang hampir sama.

**

Sore itu. Aku menengadah bisu menantang lajur-lajur waktu di hamparan padang rumput berlatar sasana abu-abu. Kurentangkan tangan, meresapi lebih dalam artian rasa dengan sebuah tanya yang membayang. "Benarkah ini cinta?" tanyaku merajuk rasa dengan degup hati yang sekian waktu berirama rindu."Pada dia separas ayu dengan senyuman nan teduh di tipis bibirnya memerah jambu," ungkapku membayangkan segurat wajah yang telah mencuri perhatianku.

"Duh senja, beri aku pertanda? Pertanda apa dan bagaimana aku harus bertingkah, ataukah lain risalah menuntutku memilah."

Lama kuterdiam, berfikir lebih dalam. Gelayut resah itu terus-terus saja menjamah, tak memberi kesempatan damai hatiku merebah. Tiba-tiba, kudapati rinai-rinai mencerca, ternyata tangis langit menurunkan katanya. Hujan melanda, sedang aku tak berfikir untuk menepikan raga.

"Aahh, apakah ini pertanda? Termaksud dari nukilan nuansa berubah rupa."

Aku masih mencoba mencari isyarat yang tertulis di antara rintik yang menitis. Menyelam pandanganku dalam genangan rindu yang menghentak denyut nadiku. Senja akhirnya pun mulai menapaki ujung renta, teriring rinai hujan yang masih setia menyapa. Tanyaku belum terjawab, kesah hatiku seperti masih ingin menetap.

Sampai kini di nuansa yang serupa. Senja dengan kilahnya mengejekku yang tergugu memandang hujan. Menikmati aroma kerinduan dalam tanya rasa sebenar-benarnya tentang cinta.

"Ya dia, apakah rupa yang selama ini kupinta dalam rajutan asa? Kan menggenapi separuh hidupku dengan kebahagiaan atas nama cinta."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar