“Tanggal 3 Januari Adek kehilangan kata, yang teringat sama Adek hanya
kenangan bunga kopi untuk sang kekasih,” ucapnya melihat keadaanku malam ini.
**
Ya, menyedihkan mungkin. Semua diksi seakan meninggalkanku. Semua inspirasi
seakan tak mau kembali berteman denganku. Serupa malam ini, aku hanya mampu
menjejak sepi, memandang lembaran kosong yang belum jua mampu kunodai.
“Aaaaaah ... kenapa aku seperti ini?” keluhku dalam hati.
Bunga kopi telah kuhaturkan, namun sesaat itu pula hilang kataku untuk
sekedar mengulas kerinduan. Terlalu cepat air mataku mengalir, padahal dulu
kujanjikan senyumman di pembaringan terakhir.
Ya, aku lagi-lagi telah mengingkari janji. Sesak di dadaku, pilu di hatiku
tak mampu kuperetahankan dalam bisu. Akhirnya air mata itu pecah seiring tangis
yang membuncah. Aku rebah, membasah di guyuran hujan yang menerjah.
Pusaramu menjadi kesaksiaannya. Aku masih rindu. Rindu seulas senyummu yang
itu, rindu akan tingkahmu yang selalu membuatku terteguk dalam bujuk rayu. Kau gadis
bunga kopiku, maafkan aku kembali mengingkarimu. Air mataku tak mampu kutahan,
senyumku telah hilang di batas kerinduan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar