aku

aku
Ruhesa Arsawenda (Syair)

Minggu, 04 Januari 2015

MASIH MERINDUMU

Hingga pagi ini rasanya, hatiku masih tertinggal di tempat itu. Sebuah pusara dengan taburan bunga kopi berhias guguran kamboja merah jambu. Seperti enggan itu berpulang, seberti tak mau lamunan itu hilang.

**

“Qe, lihatlah ini! Aku membawa bunga kopi kesukaanmu. Bunga yang harumnya melebihi melati pun semerbaknya mengalahkan kuntuman mawar yang berseri-seri.” Aku duduk bersimpuh menggenggam tanah yang masih basah sehabis hujan semalam.

“Selamat ulang tahun Qe,” ucapku dengan seulas senyum yang kucoba persembahkan sesuai janjiku dulu. Janji tak ada lagi air mata, janji untuk tersenyum atas sebuah kepergian yang kutahu untuk selamanya.
Tak seberapa lama hujan pun turun seakan memberi kesempatan untukku berkilah dalam tangisan.

“Bener Qe aku gak menangis, ini cuma tetasan air hujan,” sanggahku atas tetes air mata yang coba kusembunyikan di balik rinai kebasahan hujan yang menguyurku. Namun, itu tak cukup bertahan lama. Aku terisak, tangis pun pecah.

Kukira setelah 6 tahun terlewat semua akan berubah. Ternyata, aku masih jua menangis saat merindumu. Apa lagi hari ini, saat kuberkunjung kepusaramu yang semula udah kupersiapkan senyuman  sedari awal aku melangkah. Tiba-tiba semua sirna, sesaat kutaburkan bunga kopi sebagai hadiahku untukmu.

Senja ini adalah senja yang membuatku benar-benar kesepian. Aku duduk sendiri disini, bercengkrama dengan pusaramu yang bisu. Gigil, bukan itu yang kurasa karna guyuran hujan. Namun, kerinduan yang lebih pekat mendalam menghujani hatiku.

“Qe, kuharap kau tersenyum di sana meski aku menangis di sini! Karena itu adalah kebahagiaan terbesarku. Senyummu itu bagaikan pematik dayaku yang luluh, membangkitkan kembali asaku untuk terus melaju. Ya, mungkin aku telah mengingkari janjiku untuk selalu tersenyum untukmu, tapi setidaknya aku tak putus asa menjalani hidup. Aku yakin, seperti mentari yang tak pernah ingkar janji kembali di pagi hari selepas malam membawanya pergi. Kebahagiaan itu akan kudapati meski berbeda wujud yang pernah aku harapi.”

“Qe, damailah di sana! Sedamai kedamaian waktu memberi jarak tunggu kau dan aku dalam jenjang rindu yang mungkin tiada ujung temu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar