Di setiap ujung senyum itu ada air mata. Kupastikan, meski topeng nurani
kau serupakan dengan tawa. Kutahu itu! Kedukaanmu terlihat jelas di sudut
bening matamu.
“Kenapa harus berbohong? Bukankah kita telah berjanji atas nama rasa. Berbagi
tawa, berbagi pula air mata. Adalah itu yang kita tautkan sewaktu simpulan
jemari melambangkan ikat hati.”
Ya mungkin, sebatas keberadaanku kini tak berarti bagimu. Hanya cerita dari
masa lalu, hadirku kaukuap bagai hempasan debu dalam semilir bayu. Hilang lalu.
Biarlah aku menjadi yang terlupa, namun tetap saja tak mampu kutinggalkan
kau yang terjatuh dalam kubangan duka. Semua karena rasaku masih sama, untukmu
sejak awal dulu kita bersua.
Aku tak memintamu untuk tersenyum, tak pula memaksamu untuk tertawa. Menangislah
dengan kejujuran! Bahuku siap menanggung bebanmu sampai kapanpun jua.
Ingatlah kataku dulu! Berbagi itu lebih indah meski dalam perjamuan derita.
Karena itulah arti kita satu dalam segala nuansa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar